PENGERTIAN, RUANG LINGKUP, PEMBAGIAN
DALAM FILSAFAT SEJARAH
Istilah
Filsafat sejarah digunakan pertama kali oleh Voltaire. Pernyataan ini terbukti
terdapat di dalam bukunya La philosophie de l’histoire yang diterbitkan tahun
1765 di Amsterdam. Voltaire memaksudkan filsafat sejarah berbeda dari sejarah
sebagai kehendak Tuhan. Filsafat sejarah dipakai Voltaire untuk menegaskan
bahwa setiap peristiwa adalah kehendak manusia dan terjadi karena
alasan-alasan. Di dalam bukunya Essay on the Customs and the Spirit of Nations
yang dirilis tahun 1769, Voltaire memaksudkan filsafat sejarah sebagai metode
kritis untuk menganalisis sejarah kebudayaan.
Filsafat
sejarah memiliki tujuan khusus berbeda dengan sejarah atau ilmu sejarah. Tujuan
filsafat sejarah adalah untuk menemukan dasar-dasar nilai dalam peristiwa
sekaligus meneliti peluang kebenaran dan kesalahan dalam metodologi ilmu
sejarah. Menurut Rustam E. Tamburaka, filsafat sejarah bertujuan:
a.
Menyelidiki
sebab-sebab terakhir peristiwa sejarah agar dapat diungkap hakikat dan makna
terdalamnya.
b.
Memberikan
jawaban atas pertanyaan, “kemanakah arah sejarah”, serta menyelidiki semua
sebab timbulnya perkembangan segala sesuatu.
c.
Membentuk visi
sejarah seseorang agar menjadi luas dan mendalam.
d.
Membentuk
pikiran sejarah seseorang agar menjadi analitis, kronologis dan arif-bijaksana.
e.
Membentuk dan
menyusun isi, hakikat dan makna sejarah, sehingga mampu menyusun pandangan
Dunia untuk filsafat sejarah Dunia atau pandangan nasional untuk filsafat
sejarah Nasional Indonesia.[1]
Menurut Prof. Rustam, ruang lingkup filsafat sejarah ada
dua. Pertama, filsafat sejarah berusaha mengetahui sebab-sebab pasti sebuah
kejadian yang berpengaruh di dalam sejarah. Kedua, filsafat sejarah berusaha
menguji kemampuan beberapa metode ilmu sejarah dan memberi penilaian tentang
hasil analisis dan kesimpulan-kesimpulan terhadap suatu karya sejarah.[2]
Merujuk pada ruang lingkup filsafat sejarah
yang secara mendasar bertujuan menemukan dasar metodologi dan dasar normatif
peristiwa kesejarahan atau historiografi, maka pembagian filsafat sejarah juga
bisa diasosiasikan demikian adanya. Artinya, filsafat sejarah langsung bisa
dibagi menjadi dua kecenderungan besar. Pertama adalah filsafat sejarah yang
konsern pada metodologi historiografi dan biasa disebut sebagai filsafat
sejarah kritis atau filsafat sejarah analitik. Kedua adalah filsafat sejarah
yang fokus pada penemuan ide-ide normatif peristiwa masa lalu dan disebut
dengan filsafat sejarah spekulatif.
Filsafat
sejarah adalah salah satu bagian filsafat yang berusaha
memberikan jawaban terhadap pertanyaan mengenai makna dari suatu proses
peristiwa sejarah. Dalam suatu peristiwa sejarah, terdapat banyak makna yang
tersirat dan tersurat di dalamnya yang harus diungkap secara jelas agar tidak
terjadi kesalahan dalam penafsirannya.
Filsafat sejarah kritis atau analisis
membahas tentang kebenaran sumber atau sarana-sarana. Persoalan yang
dihadapinya adalah adalah tentang penjelasan sejarah atau pada khususnya
masalah penyebab atau sebab-akibat. Sejarah mengkaji cara-cara tertentu yang
digunakan untuk menjelaskan suatu masalah, seperti sebab jangka panjang dan
jangka pendek, sedangakan sejarah kritis menjelaskan masalah bentuk-bentuk
penjelasan dalam berbagai unsurnya, baik bersifat determinisme maupun
indeterminisme.
Filsafat
sejarah spekulatif berusaha untuk menemukan suatu struktur
dasar dalam keseluruhan arus sejarah. Filsafat sejarah spekulatif tidak puas
pada penggambaran keadaan masa silam, sehingga pencarian terhadap suatu
struktur dalam yang tersembunyi dalam proses sejarah tersebut dilakukan secara
lebih mendalam. Dari pandangan ini kemudian muncullah teori tentang gerak
sejarah, yaitu teori gerak maju, teori gerak mundur dan teori perputaran
sejarah.
Menurut
Sartono Kartodirdjo, metodologi sejarah sering disebut juga
filsafat sejarah kritis-analisis dan bukan filsafat sejarah spekulatif. Penjelasan
sejarah bertujuan untuk memperjelas suatu peristiwa yang terjadi pada masa
lampau sehingga dapat dipahami secara keseluruhan. Penjelasan dilakukan dengan
berdasarkan pola yang logis dan dapat dicerna oleh akal. Dalam penjelasan
sejarah, suatu peristiwa akan mencerminkan hubungan yang sifatnya khusus, yaitu
kondisi yang dialami oleh suatu masyarakat, dengan teori-teori tentang
masyarakat secara umum.
No comments:
Post a Comment