Total Pageviews

Thursday, May 16, 2013

TUGAS ETNOGRAFI


Nama               : Moh. Nur Salim
NIM                : A02209016
Sem/ Jur          : VII/ SPI A

SANTRI MA’HAD TAQWIMUL UMMAH (TAQUMA)

SETING LOKASI
SUASANA
REFLEKSI

·         Jl.Jemur Ngawinan no.54, Jemur Sari, Wonocolo Surabaya

·         Ma’had Taquma

·         Penelitian mulai tanggal 6 Oktober- 27 September 2012






·         Santri di Ma’had Taquma rata-rata terdiri dari mahasiswa, ada juga pekerja, dan sebagian telah lulus kuliah. Mayoritas mahasiswa IAIN, tapi ada juga mahasiswa dari UNAIR, STIS Jl. Andayani, Ma’had Aly Masjid Al Akbar Surabaya, dan Untag.
·         Ada cirik khas di Ma’had ini yang lain dari pada yang lain. Kiyai pengasuh tidak hanya memberi siraman Rohani tetapi juga siraman Jasmani.
·         Santri tidak terorganisasi dengan baik. Tidak ada peraturan yang jelas.
·         Apabila shalat Jama’ah di Masjid kebanyakn santri jadi makmun masbuk.
·         Santri kurang menghormati Kiyai.
·         Jiwa budaya kegotong- royongan ala pesantren  yang nyaris tidak terlihat.
·         Tidak ada struktur Organisasi Pesantren yang jelas
·         Ketua Ma’had hanya simbolis, tanpa peran yg berarti.
·         Kiyai (Pengasuh pondok ) yang kurang karismatik
·         Tidak ada Tokoh yang berwibawa dan berpengaruh dari santri.
·         Kesadaran meninggalkan kebiasaan kurang baik dan memulai kebaikan harus dimulai dari diri sendiri.
·         Sikap saling hormat menghormati harus dipraktekan. Baik santri kepada Kiyai, atau sebaliknya.
·         Komunikasi antar Kiyai dan santri harusnya lebih intens.





Secara umum, meneliti tidak sebatas menemukan dan membukukan informasi yang berdasarkan fakta, tetapi juga mengeksplorasi opini, kebiasaan, dan anomali yang tampak kemudian mengevaluasi dampaknya. Penelitian etnografis ini merupakan tugas mata kuliah Etnografi yang dibebankan pada setiap mahasiswa termasuk saya, dan ma’had Taqwimul Ummah ( Taquma ) adalah tempat yang saya pilih untuk penelitian tersebut.
            Singkat cerita, saya sudah sekitar 1 tahun lebih nyantri di ma’had Taqwimul Ummah ( Taquma ). Sekarang pun saya masih berstatus santri di sana. Ada banyak hal yang menurut saya menarik untuk diteliti, ada sesuatu yang lain dari pada yang lain di ma’had tersebut. Sepertinya cocok untuk obyek belajar menjadi Etnografer.
            Saya memang sudah akrab dengan penghuni ma’had Taquma, sehingga budaya atau bahkan karakter para santri secara tidak sengaja kuketahui. Tetapi, mengetahui budaya lebih jauh dan dengan sengaja melakukan penelitian etnografi baru kumulai tanggal 6 Oktober- 27 September 2012.
            Yayasan Taqwimul Ummah berlokasi di Jl.Jemur Ngawinan no.54, Jemur Sari, Wonocolo Surabaya. Terdapat Sekolah Dasar yang cukup diminati dilingkungan sekitar. Bisa dilihat dari jumlah murid SD yang kira- kira berjumlah hamper 400 an. Jika melihat SD Islam Swasta dengan murid sebanyak itu, maka bisa diperkirakan sejarah besar ada di baliknya.
 Terdapat masjid yang dinamakan Masjid Al Jawahir. Merupakan pusat kegiatan santri, murid SD, dan para Jama’ah dari penduduk sekitar. Bila kita berjalan ke Timur, dari pertigaan jl. A. Yani jurusan rungkut, maka sekitar 100 an meter bila kita berkesempatan menoleh ke kanan ( selatan ) maka kita akan melihat deretan tulisan SD Taqwimul Ummah (TAQUMA ), MA’HAD TAQUMA, Masjid Al- Jawahir, dan di jembatan depan yayasan, ada tulisan cukup mentereng “SUPERMARKET KAMBING “. Pengasuh yayasan adalah KH. Abdul Cholik, anak beliau seorang pengusaha penjualan kambing yang letaknya masih di kompleks yayasan. Jadi, jangan heran kalau aroma khas kambing tercium oleh hidung.
Sedikit sejarah Ma’had Taquma yang kuperoleh dari hasil wawancara. Ma’had Taquma ini adalah salah satu pondok pesantren salaf tertua di Surabaya, bahkan dikatakan lebih tua dari Pon. Pes Sidorosemo. Dengan sedikit berbangga, pemuda keturunan Ndalem ini ( Gus Arif ) berkata kalau Ibu Khofifah pesaing Pak de Karwo dalam pilgub Jatim adalah alumni SD Taquma. Memang tradisi NU sangat kental disini, bahkan diceritakan bahwa Gus Dur ketika masih hidup sering mampir ke Ndalem pengasuh Yayasan Taquma. Selain masih ada hubungan family, juga pastinya urusan politik.
 KH. Mbah Jawahir dikisahkan sebagi tokoh yang bersejarah hingga digunakan untuk nama masjid. Konon beliaulah perintis pendidikan Islam di Jemur Ngawinan. Tidak ada yang tau persis kapan Ma’had Taquma berdiri, tetapi yang jelas hampir setua Masjid Jawahir yang dulunya surau ( Musholla ) yang terus mengalami renovasi dalam sejarah perkembangannya. Sedangkan SD nya berdiri tahun 1978. Bangunan pondok Taquma memang menyatu dengan masjid, berada di sebelah barat masjid. Terdiri dari 2 kamar berukuran sekitar 18 m x 7 m. Sedangkan disampingnya lagi ada 2 bangunan pondok  berukuran sekitar 7 x 7 m yang proyek pengerjaannya masih tertunda. Jumlah santri saat ini hanya berjumlah 20 orang termasuk saya. Dua orang lulusan S2, 4 orang lulusan S1, dan sisanya masih kuliah S1 dan sisanya lagi para pekerja pabrik dan restoran. Mayoritas memang mahasiswa IAIN, sebagian lainnya UNAIR, STIS Jl. Andayani, Ma’had Aly Masjid Al Akbar Surabaya, Untag dan ada juga yang berstatus bukan mahasiswa, yakni bekerja. 
Waktunya saya bercerita tentang tradisi para santri di ma’had kecil ini. Ada banyak cerita, tetapi saya orangnnya malas mengetik. Kegiatan santri mulai Sholat jama’ah Shubuh sampai Shubuh lagi hampir sama dengan pondok mahasiswa di Surabaya pada umumnya. Ngaji kitab kuning pada hari Senin- Kamis ba’da jama’ah Magrib dan Shubuh oleh seorang Ustadz. Tetapi yang menjadi cirri khas di pon.pes Taquma adalah tidak hanya memberikan siraman Rohani tetapi juga siraman Jasmani. Jika ada razia, bagi santri yang molor saat Sholat berjama’ah akan disiram segayung air dari tempat wudhu. Pengasuh yayasan sekaligus Imam Masjid ini punya cara yang khas untuk mendidik santrinya. Beliau selalu masuk kamar dengan se bak air dan gayung. Sehingga ada sebutan geng Guyang ( Kelompok anak langanan kena siram ),beruntung saya adalah salah satunya. Santri di sana terjangkit budaya yang kurang baik, di antaranya selalu terlambat Sholat berjamaah, apabila dengar iqomat baru ambil air wudhu, hanya Affan si Rois Santri saja yang wudhu setelah adzan. Tidak ada yang mau bersih- bersih pondok, jadwal kebersihan hanya hiasan dinding. Jika hari minggu baru setelah dapat tekanan dari Rois beberapa santri mau bersih- bersih, sebagian yang merasa senior tetep lanjut molor. Bisa dibayangkan kumuhnya pondok. Selalu terlambat bayar SPP, tapi tak pernah terlambat untuk beli rokok dan kopi.
Pesantren punya budaya khas, faktanya di mana- mana pesantren di Indonesia pengasuh pondok ( Kiyai ) punya otoritas yang kuat. Bahkan, karismanya mengalahkan Presiden. Akan tetapi fakta itu tidak berlaku di Ma’had Taquma. Kiyai justru jadi bahan rasan- rasanan santrinya. Dari hasil dialog dengan Affan ( Rois Santri ), KH. Abdul Cholik bukanlah putra Mahkota dari Raja ( Kiyai ) sebelumnya. KH. Idris ( Almarhum) adalah pengasuh Ma’had Taquma yang ‘Alim dan disegani. Banyak pihak berharap Ust. Fasih ( Ustadz pengajar kitab kuning setelah Magrib dan Shubuh) yang merupakan putra beliau maju mengantikan Ayahnya memimpin Yayasan. Akan tetapi, KH. Abdul Cholik yang berkecimpung di dunia politik dan kurang basic dalam hal keagamaan menurut banyak versi melakukan “kudeta” terhadap saudaranya KH. Idris. Inilah saya kira hal yang mendasari kepemimpinan KH. Cholik penuh dengan kontroversi, meskipun ada juga oknum yang pro.
Hasil wawancara dengan para santri, saya dapat menyimpulkan bahwa alasan mereka memilih mondok di Ma’had Taquma adalah karena biayanya yang super murah, bahkan bisa ngutang. Bayangkan saja, tidak ada pungutan apapun, kecuali iuran listrik perorang 10 ribu saja perbulan. Ngaji kitab kuning pun banyak yang tidak beli kitab. Kiyai tidak mengajar ngaji, tapi mewajibkan Istighosah, dziba’an, tahlilan dan dzikir- dzikir yang panjang dan melelahkan. Sebagai contoh, sebulan sekali dalam bulan tahun Hijriyah ada rutinitas malam 11 an. Lamanya Istighosah mulai ba’da Isyak sampai jam 9 an lebih. Sepertinya Kiyai tidak punya standar dalam mengasuh santri seperti yang dituduhkan para santrinya sendiri yang mayoritas mahasiswa IAIN jebolan pesantren semasa sekolah setingkat SMA. Kiyai ( H. Kholik ) punya cara yang kontroversi dalam membangunankan santri untuk shalat Jama’ah. Pada saat adzan dikumandangkan, jika ada santri yang belum bangun dari tidur maka akan disiram dengan segayung air hingga basah kuyup. Sebenarnya banyak yang tidak suka dengan cara ini. Dari surve yang kuperoleh mereka rela disiram jika tidak ikut jama’ah karena tidur, tetapi jika baru adzan kenapa disiram. Alangkah baiknya jika dibangunkan denagn cara halus, tetapi jika tetap tidak mengindahkan dan tetap tidur lagi tanpa ikut shalat berjama’ah maka disiram bukanlah masalah, kata Zubair Mahasiswa akhir di Ma’had Aly  Masjid al Akbar Surabaya.
Beginilah data yang kuperoleh. Para santri Ma’had Taquma tidak menghormati Kiyai, akibatnya mereka malas mengikuti kegiatan yang diwajibkan. Struktur kepengurusan pesantren yang tidak jelas juga menjadikan santri tidak terorganisasi dengan baik. Kurangnya komunikasi antara Kiyai dan Santri juga membuat masalah tetap sulit terselesaikan. Sebagai etnografer saya berusaha untuk obyektif, tetapi pastinya tetap tidak bisa bersih dari subyektifitas. Apalagi yang saya teliti adalah masyarakat yang saya sendiri ada di dalamnya. Tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan dalam tulisan ini. Akhirnya saya mohon maaf dan terima kasih kepada Bapak Dr. Nur fuad telah bersedia membacanya.

No comments: